Rabu, 29 Mei 2013

Melihat Pembuatan Tenun khas Mandar


     Tangan terampil menari di atas benang-benang. Di bawah rumah panggung khas Mandar, seorang perempuan Mandar bernama Mudia, menekuni kain tenun yang tengah dibuatnya. Mudia adalah warga Desa Bonde di Kecamatan Pamboang, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat.

“Ini tradisi dari lama. Kalau Bapak yang nelayan pergi melaut, Ibu di rumah menenun supaya tidak ada yang menganggur,” ceritanya sambil sibuk menenun.
Ya, sejak lama, suku Mandar bermatapencaharian sebagai nelayan. Daerah Sulawesi Barat yang dihuni suku Mandar memang berada di daerah pesisir. Saat para laki-laki melaut, maka istri mereka menenun kain.
Nelayan bisa pergi melaut hingga berhar-hari. Sambil menunggu suami pulang, sang istri pun tetap bisa menghasilkan uang dengan berjualan kain.
Bunyi kayu beradu khas alat tenun tradisional. Media begitu lincah memainkan gulungan benang dan membuat motif pada kain yang ditenunnya. Ia biasa menyelesaikan selembar kain tenun sendirian selama sepuluh hari.
“Kalau bagi tugas, bisa selesai empat hari,” tuturnya.
Bagi tugas yang ia maksud adalah mulai dari tugas mencelup benang ke pewarna, lalu tugas menggelung benang, dan barulah tugas menenun. Rata-rata kain yang dia buat memiliki lebar 70 centimeter dengan panjang sekitar satu setengah meter.
Benang yang ia pakai adalah sutera. Pulau Sulawesi terutama Sulawesi Selatan memang penghasil benang sutera. Sulawesi Barat sendiri merupakan provinsi baru hasil pemekaran Sulawesi Selatan. Murdia menuturkan, sehelai kain biasa ia jual dengan harga Rp 400.000.
“Yah, modal benang Rp 200.000,” katanya.
Ada beberapa sure atau motif khas Mandar. Salah satunya selintas mirip dengan kain sarung. Motif Parara merupakan motif yang biasa dikerjakan, bentuknya kotak-kotak. Warna-warna khas tenun Mandar adalah warna dingin seperti hitam dan hijau gelap, selain juga warna merah gelap.
Jadi, jika berkesempatan mampir ke Majene, berkunjunglah ke Desa Bonde untuk melihat proses pembuatan kain tenun khas Mandar secara tradisional. Lokasi desa ini sekitar tujuh kilometer dari pusat kota Majene.
Saat memasuki desa ini, suasana tradisional masih kental terasa dengan rumah-rumah panggung dari kayu yang berusia ratusan tahun dan cara hidup masyarakat yang juga masih memegang teguh adat-istiadat Mandar.

BeritaKaget.com // Ilham Mahesa Sinaga // 19 Oct 2012 //

Tidak ada komentar:

Posting Komentar